top of page

Memotret Kehidupan Sosial Masyarakat Talaud

  • Abnertindi
  • Oct 29, 2017
  • 4 min read

Tulisan saya kali ini akan memotret kehidupan sosial masyarakat Talaud. Orang Talaud dikenal dengan sifatnya yang ramah dan sopan, dalam bahasa Talaud maadata (penuh hormat). Sifat itu diajarkan dalam keluarga secara turun temurun. Penduduk Talaud terdistrbusi di 19 Kecamatan, baik yang ada di pulau besar (Karakelang, Salibabu dan Kabaruan), juga ada di kepulauan Nanusa.

Sifat sosial yang sangat menonjol yakni wioro (kerja sama). Implementasi wioro dalam kehidupan bermasyarakat yakni membuat kebun bersama (mabailla - bahasa sekitar pulau Karakelang, Salibabu, dan Kabaruan), sedangkan masyarakat sekitar Nanusa menyebut mabai. Mabailla/mabai susampunna (berkebun bersama) merupakan naran nu yupun (perintah/petunjuk nenek moyang) untuk dilakukan secara bersama-sama dan dari waktu ke waktu.

Hari ini, sebagian besar masyarakat Talaud mulai melupakan warisan emas nenek moyangnya yakni Malintu u Harele, Malinu u Wulan, Malano Sasuan, dan Mandoman. Keempat hal tersebut adalah roh masyarakat Talaud dan saat ini generasi Talaud telah mengabaikannya. Padahal inilah identitas sosial masyarakat Talaud. Bukan hanya sebagai suatu identitas, tetapi benar-benar spirit Talaud dari masa ke masa. Mengapa spirit Talaud? Karena dengan bergerak dalam spirit inilah masyarakat Talaud menjadi sejahtera, makmur dan penuh kebahagiaan. Inilah kearifan lokal masyarakat Talaud yang mulai musnah karena ketidakpedulian masyarakat Talaud sendiri.

Lalu, apa implementasi kearifan lokal tersebut dalam kehidupan bermasyarakat? Implementasi itu bisa membumi ketika pemaknaan terhadap kearifan lokal itu benar dan dalam konteks yang tepat. Pemaknaan kearifan lokal masyarakat Talaud adalah sebagai berikut:

Malintu u Harele. Kearifan lokal ini dipahami sebagai kegiatan mempersiapkan ladang untuk bekerja. Ladang dapat dipahami secara luas. Bagi mereka yang berprofesi sebagai petani, tentunya mereka bekerja membuka ladang pertanian. Dan tentunya membutuhkan alat untuk bekerja dalam memotong kayu/membuka ladang. Maka, sebelum pedang atau alat pertanian itu digunakan, perlu didoakan terlebih dahulu agar alat tersebut tidak mencelakakan penggunanya.

Seperti dalam bahasa Talaud harele maroro su alu marumu su wadan (artinya, pedang tajam di kayu, tumpul di badan). Demikian juga bagi para Nelayan, laut yang adalah ladang tempat pencaharian perlu di doakan agar banyak ikannya (hasil melimpah karena ketersediaan ikan) dan senantiasa kondisi lautan tetap memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi para nelayanan yang melaut. Sarana dan alat-alat yang digunakan dalam menangkap ikan senantiasa nyaman dan menuai banyak hasil. Begitu pula bagi para PNS/ASN/TNI/Polri, alat yang digunakan dalam bekerja yakni kertas dan balpoint.

Petuah para leluhur bagi para ASN/TNI/Polri, hendaknya pena tajam di kertas untuk kebaikan dan kesejahteraan orang lain/masyarakat, dan bukan untuk membuat tersandung bahkan menghancurkan sesama. Bukan juga untuk memeras dan korupsi. Selanjutnya, bagi pedagang, tukang dan usaha wiraswasta apapun bentuknya, tentunya segala peralatan yang digunakan senantiasa memberikan keuntungan. Dalam pelaksanaan kearifan lokal malintu u harele ini selalu dilakukan dalam bentuk ibadah, yang dalam konteks masyarakat Talaud mayoritas beragama Kristen dilakukan dalam bentuk acara ibadah dan jamuan makan bersama.

Malintu u Wualan. Kearifan lokal ini dimaknai sebagai permohonan kepada Tuhan agar bibit/benih yang akan ditanam senantiasa bertumbuh subur dan berbuah lebat. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, orang Talaud diajar bahwa apa yang akan ditanam harus benar-benar baik. Bisa diartikan sebagai perbuatan kita untuk melakukan sesuatu. Prinsip ini mengajar orang Talaud untuk tidak mengambil/merampas milik sesama. Masing-masing harus memandang sesamanya sebagai orang yang dihormati hak-haknya. Nenek moyang Talaud mengajarkan bahwa apa yang akan kita tanam, itu juga yang akan kita tuai. Jika kita menabur bibit unggul/terbaik, maka kita juga akan menuai buah yang berkualitas.

Belajar dari prinsip pertanian, di mana hanya bibit unggullah yang layak ditanam untuk dinantikan hasil terbaiknya. Bibit unggul yang akan menghasilkan buah yang baik adalah sasaran dari malintu u wualan ini. Apa inti filosofi ajarannya bagi kita, tantu i ite arie pacuan nu arareo, arie palinga, arie panao waran/raroton nu taumata warinen, aria palusa taumata, wuru parima maminta doa. Artinya, jangan menanam kejahatan, jangan berlaku curang, jangan mencuri milik orang lain, jangan berbicara kasar/tidak manusiawi/menjatuhkan harga diri orang lain, dan rajin berdoa.

Malano Sasuan. Ketika ada hama, maka tanaman tersebut segera dibersihkan/ataupun di siangi dari hama/rumput yang mengganggu pertumbuhannya. Malano Sasuan berlaku dalam semua lini kehidupan. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu (tahun 2016), di pulau Karatung Kecamatan Nanusa, tiba-tiba di datangi oleh 3 ekor buaya. Menurut masyarakat di sana, hal ini agak aneh karena selama kurang lebih 50 tahun tidak pernah kelihatan ada buaya di pulau Karatung.

Lalu, masyarakat di sana mulai mengaitkan hal ini dengan kehidupan masyarakat di pulau Karatung (self corection). Bahwa diyakini masyarakat pasti ada peringatan dari Tuhan, tentang cara hidup masyarakat yang sudah mulai menyimpang, sehingga perlu ada permohonan doa agar dihindarkan dari bencana. Prinsip inilah yang dinamakan malano sasuan. Prinsip ini berlaku secara luas dalam kehidupan masyarakat Talaud, baik dalam bidang agama, adat istiadat, politik dan kehidupan sosial lainnya.

Mandoman. Kearifan lokal ini mengajak masyarakt untuk mengucap syukur dengan hasil panen yang dituainya. prinsip saling berbagi dan membantu satu sama lain sehingga merasakan kerja keras orang lain ditanamkan dalam prinsip ini. Implementasi dalam kehidupan sehari-hari tentunya wuru pia proyek tantu matahia su manga hawe, tala anan sacane (artinya, kalau ada proyek tentunya bisa dibagi kepada teman-teman yang lain, dan tidak dimakan sendiri).

Kajian ini tentunya perlu kita diskusikan kembali sebagai ararana u wanua wua su tinonda sara napombaru (anak-anak kampung dari tinonda sampai napombaru), generasi baru yang akan membawa Talaud sebagai daerah tujuan destinasi baru Pariwisata di Indonesia. Mengapa saya mengangkat ini dalam kajian saya, karena yang perlu disiapkan oleh masyarakat Talaud yaitu mentalitas.

Saya melihat, saat ini mentalias sosial kita masih rapuh. Mengapa demikian? Masyarakat Talaud masih terperangkap dengan isu sentimen, tidak bisa melihat kesuksesan orang lain. Selalu ada pemikiran, mengapa dia dan bukan aku, sehingga yang terjadi ialah saling menjatuhkan, memenjarakan, merusak nama baik bahkan membunuh karier saudara sendiri (orang Talaud).

Saya mendorong kita semua, tua maupun muda, ASN, Petani, Nelayan, Buruh, Pedagang dan apapun profesi kita, mari kita bersama-sama menghidupkan kearifan lokal malintu u harele, malinu u wualan, malano sasuan, dan mandoman dalam sanubari kita, sehingga kepribadian sosial kita benar-benar indah dan manis, dan menjadi suratan terbuka bagi banyak orang. Nilai inilah yang akan menarik orang berbondong-bondong datang ke Talaud.

Ingin berdiskusi lebih lanjut, silahkan hubungi saya di Contact, yang sudah disediakan!

Comments


RECENT POSTS:

Space for Rent ...

Berikan komentar anda mengenai artikel di atas!

© Wanuau

  • b-facebook
  • Twitter Round
  • Instagram Black Round
bottom of page