top of page

Tempat Manusia Pertama Talaud, Pulau Salibabu

  • Abnertindi
  • Nov 10, 2017
  • 5 min read

Pulau Salibabu, tepatnya di Lirung menjadi tempat yang tidak bisa saya lupakan karena di sinilah saya menimba ilmu di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Lirung. Pulau ini bagi saya sangat spesial dan memberi warna yang indah dalam perjalan hidup saya. Seorang remaja yang polos, ganteng tentunya dan berbudi luhur di tempa di sini. Di rumah keluarga Tindi-Namare alias bapak Nerius Tindi (papa kaka - bahasa lokal atau pa'de (bahasa Jawa), saya tumbuh dan dibesarkan sebagai pria dewasa yang sanggup menghadapi berbagai problema hidup.

Di sinilah saya diasah dan pemikiran analitis saya di bentuk. Berbagai aktivitas dilakukan, mulai dari bekerja di dalam rumah, di kebun, aktif dalam organisasi kepemudaan di gereja, melayani sekolah minggu, bahkan aktif dalam persekutuan kelompok rumah tangga. Demikian juga di sekolah aktif di Pramuka yang akhirnya menggembleng watak saya sebagai seorang pemimpin muda.

Salibabu....ya....pulau Salibabu. Ternyata pulau ini sangat istimewa. Di sinilah Peristiwa Merah Putih Indonesia Lirung (Pamil) terjadi. Bahkan pulau ini menjadi pusat perdagangan di Talaud pada zamannya hingga saat ini. Lebih mengesankan lagi, karena di pulau Salibabu inilah, awal mula didiami oleh nenek moyang orang Talaud.

Adapun sekelumit kisah keberadaan manusia pertama di Talaud, dijelaskan Soegondho, (2006: 34,35,36), sebagai berikut: "Aktivitas manusia di kepulauan Talaud terjadi sekitar 30.000 sampai 21.000 tahun yang lalu, seperti yang ditemukan bukti-buktinya di gua Liang Sarru, di pulau Salibabu (Daud, 2001). Liang Sarru terdapat di desa Salibabu, Kecamatan Salibabu di Kepulauan Talaud. Gua ini merupakan gua payung (rock shelter), berukuran sedang dengan panjang 5 meter dan tinggi langit-langit 2.5 meter serta bagian yang menjorok ke dalam 3 meter.

Ruangan di dalam gua cukup nyaman untuk berteduh dari hujan dan panas matahari dengan langit-langit berbentuk melengkung, lantai kering dan rata di dalam ruangan. Manusia yang hidup pada masa itu bermukim sementara di dalam gua dengan mata-pencaharian mereka mengumpulkan makanan untuk mencukupi keperluan hidup sehari-hari.

Jenis makan yang dikonsumsi adalah jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup secara liar di sekitar tempat tinggal mereka, serta binatang tangkapan yang terdapat di laut. Alat yang mereka gunakan masih sangat sederhana berupa serpihan-serpihan batu dari batuan rijang (chert) yang dikenal dengan sebutan alat batu serpih-bilah. Kemungkinan juga mereka menggunakan batuan-batuan untuk memecah atau menumbuk bahan-bahan makanan yang mereka konsumsi berupa batu landasan (anvil) atau batu pemukul (mortar).

Kehidupan manusia Talaud masa itu masih kehidupan sederhana, dengan cara hidup berpindah-pindah dan hanya menggunakan gua-gua sebagai tempat persinggahan atau untuk menetap sementara. Baru pada masa berikutnya antara 21.000 hingga 9000 tahun yang lalu manusia Talaud sudah mengenal kehidupan menetap di gua-gua dengan jenis mata pencaharian dan perlengkapan yang hampir sama. Aktivitas manusia Talaud pada masa ini sudah lebih intensif dengan bertempat tinggal dan beraktivitas di gua-gua.

Gambar di bawah ini menunjukkan keberadaan manusia di talaud zaman Prasejarah dan sejarah.

Kehidupan manusia di kepulauan Talaud terus berlanjut pada masa-masa kemudian. Aktivitas manusia yang terekam diduga terjadi pada masa sekitar 6000 tahun yang lalu. Bukti-bukti aktivitas manusia pada masa itu ditemukan di gua Liang Tuo Manee di desa Arangkaa kecamatan Gemeh di Kepulauan Talaud. Di desa Arangkaa ini ada sebuah gua yang cukup besar yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai gua Liang Tou Manee. Gua ini termasuk ke dalam jenis gua payung, terletak sekitar 100 meter dari desa Arangkaa di ujung utara pulau Karakelang.

Gua payung ini pernah digali oleh Peter Bellwood pada tahun 1974 dan oleh Daud Tanudirdjo pada tahun 1995. Sampai saat ini gua Liang Tou Manee merupakan gua yang terkenal di kepulauan Talaud. Hasil ekskavasi di Liang Tuo Manee ini menunjukkan bahwa aktifitas penghunian gua tersebut mulai terjadi pada masa berburu dan mengumpul makanan atau masa sebelum dikenalnya gerabah (preceramic) sejak 4000 Sebelum Masehi, berlanjut ke masa bercocok tanam (neolithic) mulai 2000 Sebelum Masehi, dan masa dikenalnya alat-alat logam-awal (early metal) antara awal Masehi hingga 1000 Masehi.

Diperkirakan manusia yang hidup di masa neolitik di gua itu sudah mengenal kehidupan bercocok tanam, terbukti dengan ditemukannya alat-alat beliung persegi pada ekskavasi di gua ini, di samping alat-alat batu serpih-bila dan gerabah.

Permukiman di kepulauan Talaud terjadi pula di awal Masehi. Penelitian arkeologi di beberapa situs telah memberikan gambaran bahwa masyarakat prasejarah yang mendukung budaya logam awal paleometalik (early metal) pada sekitar awal masehi pernah bermukim di kepulauan Talaud, seperti yang ditunjukkan oleh temuan gerabah dari situs Liang Sarru yang memiliki kemiripan dengan gerabah dari daerah lain di Talaud yakni Liang Buiduane diperkirakan digunakan pada awal masehi, sebagaima dalam Bellwood, (1979:267).

Demikian pula gerabah-gerabah dari situs Liang Tou Manee seperti yang sudah diuraikan di atas, ada yang merupakan gerabah masa logam awal. Selain itu gerabah-gerabah dari liang Buida Kabaruan ada yang memiliki kesamaan tipe dengan gerabah tipe ‘Gilimanuk-Plawangan’ yang bertanggalan sekitar 1500 Sebelum Masehi hingga 400 Masehi. Walaupun belum diperoleh pertanggalan dari arang yang ditemukan, namun berdasarkan temuan-temuannya berdasarkan beliung batu persegi dan gerabah tipe Gilimanuk-Plawangan tersebut, diduga Liang Buida pernah menjadi permukiman sebelum dan sekitar awal Masehi."

Salindeho dan Sombowadile, (2008:32-35), mengatakan: "Nilai penting Talaud di kawasan Sangihe Talaud Sitaro (SaTaS), adalah pengungkapan hasil kajian Peter Bellwood tentang kebudayaan Talaud zaman prasejarah 6000 tahun lalu. Manusia pertama kawasan SaTaS dalam kajian Bellwood terbukti berada di Talaud 6000 tahun lalu. Hal tersebut berdasarkan penggalian bukti-bukti fisik gerabah dan berbagai perhiasan serta alat bantu lain di Liang Tuwo Manee, pulau Karakelang. Namun kajian arkeolog lain yang dilakukan oleh Daud Tanudirjo yang lebih mutakhir (1995) menancapkan patok waktu yang jauh lebih ke belakang dari kajian Bellwood, yaitu 30.000-21.000 tahun lalu.

Kelompok manusia awal itu dapat diduga merupakan gelombang awal manusia yang datang dari daratan Mindanao, Filipina. Karena demikianlah rute perjalanan manusia awal dari Cina bagian Selatan ke Indonesia. Selanjutnya menyebar ke Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia yang pernah diurai banyak ahli, di antaranya Bellwood, dan Jhon Suggs.

Talaud juga merupakan titik penting perkembangan logam Nusantara 1000-100 tahun sebelum Masehi. Tepatnya berlokasi di Liang Buidane, pulau Salibabu. Di tempat ini selain ditemukan bentuk-bentuk tembikar khas budaya Buidane, yang menjadi penanda kebudayaan Talaud selama satu millennium sebelum Masehi. Di tempat ini juga dibuat cetakan-cetakan logam di antaranya pembuatan kapak."

Saya pun berkesempatan mengunjungi salah satu situs tempat manusia Talaud tinggal, yakni gua yang terletak di desa adat Musi, yang pemeliharaannya dilakukan oleh masyarakat adat penghayat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mengunjungi situs tersebut memberikan suasana religius. Ketika saya masuk ke dalam gua yang menjadi tempat tinggal leluhur di zaman dahulu, saya merasakan aura mistis yang sangat kuat. Ya, di sanalah leluhur Talaud pernah tinggal. Saat ini situs tersebut telah mendapatkan perhatian pemerintah dengan ditetapkannya sebagai cagar budaya, oleh Menteri Meutia Hatta, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bagi anda yang ingin mengunjungi situs tersebut, silahkan datang ke desa Musi dan menjumpai tokoh adat penghayat yang merupakan pewaris langsung dari lokasi tersebut. Oh ya, sahabat Nusantara juga akan mendengar cerita langsung dari tokoh tersebut mengenai lahirnya adat Musi (kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Bagi anda sebagai antropolog situs ini sangat penting diteliti kaitannya dengan perkembangan generasi Talaud.

Oh ya Sahabat Nusantara, ada informasi untuk anda, silahkan daftarkan desa anda dalam seleksi Desa Ekowisata (Ecoturism Village), di laman Desa Ekowisata!

Referensi:

Salindeho, W., & Sombowadile, P. (2008). Kawasan Sangihe-Talaud-Sitaro: daerah perbatasan, keterbatasan, pembatasan: Daerah perbatasan, keterbatasan, pembatasan. Jogjakarta : Puspad.

Soegondho, Santoso. (2006). Laporan Penelitian Arkeologi: Kajian Permukiman dan Matapencaharian Hidup Manusia masa Lalu di Kepulauan Sangihe dan Talaud Sulawesi Utara (II). Jurnal Hasil Kajian Balai Arkeologi Manado Nomor 18 tahun 2006, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Balai Arkeologi Manado.

Comments


RECENT POSTS:

Space for Rent ...

Berikan komentar anda mengenai artikel di atas!

© Wanuau

  • b-facebook
  • Twitter Round
  • Instagram Black Round
bottom of page