top of page

Mengeksplorasi Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara

  • Abnertindi
  • Nov 21, 2017
  • 11 min read

Sumber foto: https://petatematikindo.files.wordpress.com/2013/04/administrasi-sulawesi-utara-a1-1.jpg

Provinsi Sulawesi Utara dikenal dengan keindahan alamnya yang sangat eksotik. Selain itu keramah tamahan penduduknya yang dikenal dengan taglinenya “torang samua basudara” (kita semua bersaudara) menjadi daya tarik tersendiri dan memberikan kenyamanan bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke sana.

GEOGRAFIS

Provinsi yang dikenal dengan lambang Nyiur Melambai ini, terletak di bagian Tengah Indonesia (pembagian daerah waktu).

Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado, terletak antara 00 15’- 05 34’ Lintang Utara dan antara 123 07’ - 127 10’ Bujur Timur, berbatasan denga Laut Sulawesi, Republik Pilipina dan Laut Pasifik di sebelah Utara dan Laut Maluku di sebelah Timur.

Luas wilayah Sulawesi Utara tercatat 13.852 km2 yang terbagi atas 11 Kabupaten dan 4 Kota. Bolaang Mangondow merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas, yaitu 2.872 km2 atau 20,73 persen dari wilayah Sulawesi Utara.

PARIWISATA

Provinsi Sulawesi Utara di bidang pariwisata memiliki potensi yang besar karena di dukung oleh lima belas daerah (kabupaten/kota) yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri baik alam maupun budayanya. Lima belas daerah itu ialah Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Selain itu, penduduk Provinsi Sulawesi Utara yang berjumlah 2.436.921 jiwa merupakan kekuatan dan sumber daya manusia yang besar bagi keberlangsungan pariwisata di bumi Nyiur melambai.

  • Wisatawan

Jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2016 mencapai 40.624 orang, mengalami kenaikan 2 kali kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 19.465 orang. Rata-rata lama menginap tamu asing terjadi pada bulan Februari 2016 rata-rata mencapai 4,93 hari, sedangkan bulan Desember hanya mencapai 2,34 hari.

Adapun tourist yang berkunjung di Provinsi Sulawesi Utara berasal dari Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Tiongkok, India, Philipina, Hongkong, Thailand, Australia, Amerika, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Rusia. Wisatawan Tiongkok yang jumlahnya terbesar, di mana khusus pada bulan Agustus 2016 tercatat sebanyak 6.453 orang. Disusul Amerika Serikat dan Jerman. (Provinsi Sulawesi Utara Dalam Angka 2017).

  • Kebudayaan

Masyarakat Sulawesi Utara dikenal oleh orang luar dengan masyarakat yang terbuka (open minded), mudah menerima dan menyapa siapa saja yang datang ke daerah. Di Sulawesi Utara tidak mengenal perbedaan warna kulit, ras, suku, etnik, dan agama, semua diperlakukan sama. Perbedaan yang beragam dari segala aspek yang dimiliki Sulawesi Utara dijadikan kekayaan dan pemersatu yang tak ternilai dan modal dasar untuk membangun daerah kedepan yang lebih cemerlang dan sejahtera.

Semua agama (Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghuchu, dan aliran kepercayaan lainnya) yang ada di Indonesia berkembang dengan baik sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Semua masyarakat hidup berdampingan tanpa memperdulikan agama yang dianut. Hidup bersama dalam falsafah hidup orang Sulawesi Utara adalah “Torang Samua Basudara” atau “Semua Bersaudara”. Jadi kehidupan semua umat beragama di Sulawesi Utara, hidup dan berkembang dalam suatu suasana yang harmonis dan tidak mengenal perbedaan.

Kondisi itulah yang banyak dibicarakan orang dari luar Sulawesi Utara bahwa bagaimana dapat tercipta kehidupan yang damai dan aman walaupun dengan banyak perbedaan. Kehidupan harmonis seperti ini telah berkembang ratusan tahun di Sulawesi Utara sejak masuknya Kyai Modjo dan pengikutnya tinggal dan menetap di Tondano Minahasa bersama dengan masyarakat setempat. Kemudian keturunan mereka berkembang dan menyebar ke seluruh wilayah Sulawesi Utara yang dikenal dengan “Orang Kampung Jawa Tondano”. Inilah suatu contoh yang berkembang di Sulawesi Utara bahwa masyarakat hidup berdampingan dalam suasana harmoni walaupun berbeda agama.

Kehidupan harmonis, aman, dan damai inilah yang dijadikan modal dasar lain untuk membangun daerah. Bagi pelaku bisnis, investor, dan wisatawan, keamanan, dan kenyamanan menjadi syarat mutlak yang harus disiapkan daerah bagi mereka. Hal ini menjadi pendorong bagi pemerintah daerah untuk tetap menciptakan daerah yang aman dan damai. Keamanan menjadi fokus utama bagi pemda dan petugas keamanan untuk tetap dipertahankan dan ditingkatkan.

Kerjasama dan komunikasi yang dibangun institusi terkait bidang keamanan dan tokoh agama yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Badan Kerjasama Antar Umat Beragama menjadi kunci utama membangun perdamaian melalui dialog-dialog terbuka antar institusi. Penduduk Sulawesi Utara terdiri dari 3 (tiga) kelompok etnis utama, yaitu Suku Minahasa, Suku Sangihe dan Talaud, dan Suku Bolaang Mongondow.

Masing-masing kelompok etnis tersebut terbagi pula dalam sub etnis yang memiliki bahasa, tradisi dan norma-norma kemasyarakatan yang khas serta diperkuat semangat Mapalus, Mapaluse dan Moposad. Dengan demikian, bahasa yang ada di Sulawesi Utara dibagi ke dalam:

- Bahasa Minahasa (Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik).

- Bahasa Sangihe Talaud (Sangie Besar, Siau, Talaud).

- Bahasa Bolaang Mongondow (Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang).

Selain bahasa yang beragam di sulawesi utara juga mempunyai adat istiadat, tarian yang beragam pula karena di setiap suku mempunya ciri khas masing masing yang tidak sama antara satu sama lainnya.

1. Budaya Mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa.

2. Perayaan Tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru. Upacara adat 'Tulude' sangat terkenal dari daerah ini, yang diadakan di akhir bulan Januari tiap tahun. Upacara ini merupakan wujud ungkapan syukur masyarakat daerah ini karena telah diberkati oleh Sang Pencipta tuk memasuki tahun yang baru. Upacara adat Tulude yang pertama dilaksanakan di Manuwo (Salurang) kecamatan Tabukan Selatan. Diadakan dalam masa pemerintahan "Kulano Manentonau" pada permulaan abad ke-16.

3. Festival Figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan Tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat Sangihe.

4. Festival Mane’e. Manee merupakan upacara tradisional menangkap ikan yang dilakukan masyarakat kepulauan Talaud. Tradisi ini menjadi tradisi sejak abad 16, dan kini biasa diadakan pada bulan Mei. Sebutan Mane’e bermakna “mengambil ikan di laut secara bersama setelah ada musyawarah”. Tradisi yang menjadi salah satu ikon Sulawesi Utara ini dilakukan pada akhir masa eha. Masa Eha adalah waktu terlarang untuk mengambil hasil laut maupun hasil bumi selama tiga sampai enam bulan dalam setahun. Tentu saja, bila melanggar akan dikenai sanksi dari adat.

Perayaan berakhirnya masa Eha disampaikan tetua adat kepada warga. Inilah saatnya mengadakan pesta Mane’e baik di darat maupun di laut. Mereka mempersiapkan upacara terlebih dahulu, yakni pengambilan janur dan tali di dalam hutan, dilanjut doa selamatan, dan musyawarah untuk menentukan waktu dan tempat pesta yang disesuaikan peredaran bulan mengelilingi bumi. Setelah rajutan jaring dari bahan janur kelapa dan tali hutan siap, warga bergotong-royong membawa jaring ke laut. Sebelumnya telah dibuat kubangan untuk perangkap ikan setelah air laut surut.

Beberapa aturan yang harus ditaati selama upacara berlangsung adalah larangan memakai pakaian warna merah, tidak boleh bercanda, membuat onar, merusak tumbuhan, maupun mengeluarkan kata kotor dan makian. Setelah jaring yang berukuran hingga 3 kilometer ditebar, warga akan mengarahkan ikan-ikan untuk digiring dalam kubangan, kira-kira memakan waktu hingga lima jam. Setelah ikan terjebak dalam kubangan, warga segera menangkapnya dengan tangan kosong. Suka cita warga pun diungkapkan dengan ritual doa bersama sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan.

Keunikan tradisi tersebut sudah dikenal di kalangan para petualang di dalam maupun luar negeri. Misalnya, Festival Mane’e di Pulau Intata, Kabupaten Talaud, diikuti oleh pelancong Jepang. Upacara ini dilakukan di sembilan lokasi penangkapan ikan. Sembilan lokasi disterilisasi selama enam bulan, dan satu lokasi dijadikan tempat upacara Mane’e.

Nilai budaya yang diusung adalah kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong, dan religius. Nilai gotong-royong dan kebersamaan bisa kita lihat dari pembuatan jaring yang memakan waktu tidak sedikit. Begitupula ketika para warga menebar jarring ke laut membutuhkan kerjasama, bahu membahu antar warga. Kita pun dapat mencermati kearifan lokal didalamnya, yakni upaya warga melestarikan alam dan tidak serakah mengambil hasil laut dan bumi yang dikaruniakan Tuhan.

5. Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara, terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka.

6. Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol.

7. Festival Pinawetengan. Festival yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 7 Juli, diawali dengan melakukan upacara adat di batu pinawetengan kemudian dilanjutkan dengan menggelar pertunjukan seni dan budaya Sulawesi Utara di Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara.

8. Festival Bunaken dan Danau Tondano. Dua Festival ini diadakan sebagai Program penunjang pariwisata yang unik, kreatif dan mendidik generasi muda. Nama acara Festival Bunaken dan Danau Tondano tersebut telah diselenggarakan secara rutin sejak tahun 1996.Dalam festival bunaken, budaya terkait dengan kemaritiman, dan seni kuliner yang dihasilkand ari sumberdaya kelautan dan perikanan.

9. Festival Bunga Tomohon (Tomohon Flower Festival). Festival ini dilaksanakan untuk mendorong budaya penggunaan bunga potong sebagai wujud pernyataan sukacita maupun dukacita. Di sisi lain, festival ini dilakukan agar petani bunga yang banyak terdapat diwilayah ini tetap bergairah dan bersemangat dalam mengambangkan seni budaya. Festival ini diharapkan dapat mengembangkan budaya bunga potong sebagai salahatu sumber pendapatan petani hortikultura di Tomohon.Pada awalnya, festival ini digelar 2 tahun sekali yaitu 2008, 2010, 2012, dan 2014. Namun mulai tahun ini, pemerintah mencanangkan TIFF sebagai agenda tahunan yang bisa dinikmati wisatawan. Ada tiga agenda utama dalam festival ini yaitu Tournament of Flowers, Kontes Ratu Bunga, dan Pameran Bunga/Holtikultura.

Agenda lainnya adalah Kontes Ratu Bunga. Kontes bertaraf nasional ini diikuti putri dari berbagai provinsi di Indonesia, yang memiliki bakat dan kemampuan serta rasa cinta akan bunga. Finalis Kontes Ratu Bunga 2015 lalu berasal dari berbagai daerah

10. Alat Musik Bambu. Alat musik bambu ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Setelah berkembang menjadi suling bamboo, alat musik bambu sekarang sudah berkembang menjadi Musik Bambu Seng Klarinet (MBSK). Dahulu, alat music ini terbuat dari Bulu Tui (Bambu Kecil) dan sekarang telah menggunakan bahan steinless (vernekel).

11. Alat Musik Kolintang. Alat musik pengiring tari Katrili ini terbuat dari kayu yang cara memainkannya dengan dipukul. Alat musik ini dapat mengeluarkan nada rendah maupun tinggi dan bunyinya cukup panjang. Dan karena itu, suara Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi), dan Tang (nada tengah) menginspirasi suku Minahasa memberi nama Kolintang untuk alat music tersebut.

12. Upacara Perkawinan Adat Suku Minahasa. Sebagian besar suku Minahasa menganut agama Kristen Protestan. Mereka cenderung mengganti pesta malam perkawinan dengan acara kebaktian dan makan malam. Adat perkawinan suku Minahasa yaitu upacara Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi Upacara Adat di Pelaminan. Keempat acara tersebut dilaksanakan dalam satu hari.

13. Tari Maengket. Maengket adalah tari tradisional Minahasa dari zaman dahulu kala dan sampai saat ini masih berkembang. Tarian ini sudah ada dan dikenal di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian, tarian ini dilakukan leluhur kita pada saat panen padi di ladang dengan menggunakan gerakan-gerakan yang sederhana.

14. Tari Lenso. Tari Lenso adalah tarian pergaulan muda-mudi rayat Minahasa. Tarian ini menceritakan bagaimana seorang pemuda Minahasa mencari jodohnya atau calon istri. Dalam tarian ini, yang menjadi perantara adalah lenso atau selendang. Pada saat si pemuda melamar sang gadis dengan memberikan lenso pada sang gadis, apabila lenso atau selendang dibuang berarti lamarannya di tolak, dan sebaliknya jika lenso diterima oleh sang gadis berarti cintanya diterima.

15. Tari Katrili. Tari Katrili adalah salah satu tari yang dibawa oleh Bangsa Spanyol pada waktu mereka dating dengan maksud untuk membeli hasil bumi yang ada di tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka menari-nari tarian Katrili. Lama kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang menjual hasil bumi mereka dengan menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Tari Katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan, setiap wisatawan nusantara maupun mancanegara yang berkunjung ke Sulawesi Utara seringkali disuguhi dengan tarian ini.

16. Tari Kabasaran. Tari Kabasaran adalah tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur (gong kecil). Menari dengan pakaian serba merah, mata melotot, wajah garang, sambil membawa pedang dan tombak tajam, membuat tarian kabasaran amat berbeda dengan tarian pada umumnya yang mengumbar senyum dan gerakan yang lemah gemulai.

Selain itu, Sulawesi Utara memiliki banyak kesenian dan destinasi budaya yang terus dilestarikan hingga saat ini seperti :

  • Destinasi Wisata Sejarah dan Kepurbakalaan

- Batu Pinabetengan adalah tempat musyawarah adat (perang dan pembagian wilayah adat), terletak di Kec. Tombaso/Kab. Minahasa Induk (Minduk). Jarang diadakan acara adat secara kelembagaan, namun secara individu atau perorangan sering dijadikan tempat pemujaan roh leluhur (Opo) demi mendapatkan sesuatu secara mistik (jodoh, jabatan dan kekayaan).

- Kuburan Kuno Waruga adalah peti mati tempo doeloe orang Minahasa (batu besar yang dilobangi untuk meletakkan mayat dalam posisi duduk, artinya direbus).

- Minawanua & Benteng Moraya adalah tepat pemukikan tempo doeloe orang Tondano; dan benteng pertahanan orang Minahasa ketika melawan kompani Belanda. Kedua tempat bersejarah ini terletak di Kota Tondano/Kab.Minduk. Belum direkonstruksi alias ‘tabiar.

- Jalan Gunung Potong Ratahan terkenal sebagai kawasan pertempuran antara pasukan Permesta dan TNI pusat, bisa dikembangkan menjadi wisata ‘perang-perangan’.

- Goa-Goa Peninggalan Tentara Jepang, terletak di Tonsealama Tondano dan Kawangkoan/Kab.Minduk. Kondisinya tidak dirawat.

- Fosil Manusia dan makanan Purba orang Minahasa, terletak di desa Paso Kab. Minduk. Tidak dilestarikan (fosilnya entah di mana).

- Pangkalan udara tentara Jepang, terletak di desa Kalawiren dan Tasuka kec. Kakas di kawasan danau Tondano.

- Pegunungan Wulurmahatus adalah tempat pemukiman pertama leluhur Minahasa. Terletak di kawasan Minahasa Tenggara.

- Tempat pemakaman/Kubur Penginjil asal Jerman bernama Ev. Riedel (Tondano) dan Ev. Schwartz (Langowan) di Kab. Minduk.

- Monumen Patung Pahlawan Nasional dan Tempat Pemakaman/kubur Pahlawan Nasional Dr. G.S.S.J. Ratulangi terletak di Tondano.

- Tempat Pemakaman/Kubur Imam Bondjol terletak di Lota Pinelen; dan panasehat spiritual P. Diponegoro Kyai Modjo di Kampung Jawa Tondano.

- Klenteng di Pusat Kota Manado dan Vihara Umat Budha terletak di Tomohon.

  • Wisata Buatan

- Bukit Kasih adalah ’simbol perdamaian antar umat beragana’ (di puncak bukit dibangun sejumlah rumah ibadah: gereja, mesjid, pura dan vihara), terletak di desa Kanonang /Kab. Minduk. Belum terolah secara professional (perlu pihak ketiga).

- Taman Koleksi Satwa khas Sulawesi Naenmundung, terletak di Kota Bitung.

- Taman Rekreasi Sumaru Endo, terletak di desa Rembokan (pesisir D. Tondano)/Kab. Minahasa Induk.

- Lokasi Festival Danau Tondano, terletak di desa Paleloan Tondano/Kab.Minduk. Kondisinya terlantar.

- Tempat Mandi Air Panas, terletak di kelurahan Tataaran Tondano/Kab.Minduk dan di desa Paso dan Remboken/Kab.Minduk.

- Tempat Pancing Ikan, terletak di desa Bajo Tumpaan/Kab.Minsel; dan di pantai timur Minahasa (Kora2w dan Belang).

- Arena Pacuan Kuda, terletak di Tompaso Kab.Minahasa.

- Kawasan Kuliner Seafood Kalasey, terletak di Kab. Minahasa

  • Kebudayaan Sangihe-Talaud:

- Kue adat atau "Tamo" mengandung arti yang khusus yakni: Kue Tamo adalah lambang penghormatan tuan pesta kepada tamu. Kue Tamo adalah perlambang bahwa pesta yang diadakan mengandung norma-norma kebangsaan (di puncak kue ada panji atau bendera yang dipancang). Kue Tamo merupakan raja seluruh santapan yang dihindangkan dalam pesta tsb.

- Tari-Tarian dari daerah ini antara lain: Tari Alabadiri dibawakan oleh para pria yang berjumlah 13 orang dimana 1 orang menjadi pemimpinnya, Tari Gunde dibawakan oleh para wanita juga berjumlah 13 orang dan Tari Upase.

- Jenis budaya yang lainnya adalah "Mekalumpang" merupakan suatu jenis kesenian yang berbalasan-balasan atau berpantun-pantunan dengan lagu-lagu.

- Selain itu terdapat budaya seni urai yaitu "Kawila Sahuma" atau "Kawila Ino", merupakan seni membuat atau merangkai tempat makan sirih. Ada juga seni urai yang lain yang disebut dengan "Mekahiurang", merupakan seni menenun kain Kofo. Pakaian Kofo adalah tenunan asli Satal.

- Tanaman pisang Abacca atau Manila-henep merupakan tanaman langkah dari daerah ini, padahal di kolong bumi ini cuma di Satal (Sangihe-talaud) dan Filipina terdapat tumbuhan ini, yang merupakan bahan kertas uang dollar AS.

- Pohon kelapa bisa didapati sepanjang mata memandang, makanya banyak terdapat kopra.

- Keindahan taman laut di Satal tak ada tandingannya di dunia, hanya di Satal terdapat gunung berapi di bawah laut yang diberi nama Gunung Karangetang

  • Kebudayaan Bolaang Mongondow:

1. Objek Wisata:

- Pantai Lolan

- Tanjung Ompu

- Pulau Tiga

- Air Panas Bakan

- Kolam Desa Tudu Aog

2. Makanan khas:

Makanan khas dari suku Bolaang Mongondow yang paling popular adalah Da’un Bagu bo yondog binango’an. Makanan lainnya adalah:

  • Sinorang

  • Pogioton

  • Sinabedak

  • Dinangoi

  • Binarundak

  • Allingkoge

  • Gogodu

  • Lalampa

  • Sangkara

3. Tarian dari suku Bolaang Mongondow:

- Tari Tayo

- Tari Joke'

- Tari Mosau

- Tari Rongko atau Tari Raga

Suku Bolaang Mongondow memiliki moto tesendiri, yaitu: Mototabian, Mototanoban, Mototompiaan, Motobatu molintak kon Totabuan (Bahasa Bolaang Mongondow), yang artinya: Saling Menyayangi, Saling Ingat Mengingatkan, Saling Memperbaiki, Bersatu Membangun dan memajukan Kampung Halaman. (RPJMD Provinsi Sulawesi Utara 2016-2012 (2016:221-230).

Referensi:

Provinsi Sulawesi Utara Dalam Angka 2017.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah provinsi Sulawesi Utara 2016-2021.

Opmerkingen


RECENT POSTS:

Space for Rent ...

Berikan komentar anda mengenai artikel di atas!

© Wanuau

  • b-facebook
  • Twitter Round
  • Instagram Black Round
bottom of page