top of page

Jalan Menempuh Doktor

  • Writer: Abnertindi
    Abnertindi
  • Nov 18, 2017
  • 10 min read

Tanggal 30 Juni 2016, menjadi hari yang sangat spesial dalam hidup Saya, karena mendapatkan informasi dari Direktorat Akademik Universitas Gadjah Mada. Melalui akun resmi seleksi Mahasiswa UGM, dikatakan sebagai berikut:


Nomor : 1605300017

Nama peserta : Abner Sarlis Tindi

Jalur Seleksi : Program Doktor (S3) Gasal 2016 – BIAYA SENDIRI

Hasil Seleksi : Selamat, Saudara/i lolos secara akademik pada program Studi S3 Studi Kebijakan.

Demikian bunyi pengumuman seleksi S3 di UGM, dengan Nomor: 2580/UN 1-P.I/PJ/DIR-RP/2016.

Kata pertama yang keluar dari mulut Saya, yaitu puji Tuhan, terima kasih Tuhan Yesus. Terima kasih papa, mama, ibuku entriyomi (mertua), kakak-kakak. Terima kasih istriku, dan anak-anakku. Terima kasih teman-teman semua atas doanya. Terima kasih UGM yang sudah memberikan kesempatan kepada Saya menimba Ilmu di kampus hebat ini. Itulah kegembiraan Saya tatkala menerima informasi kelulusan tersebut.

Lalu, bagaimana ceritanya Saya bisa sampai di sana. Tentunya proses ke sana tidak mudah. Seperti yang dikatakan oleh Anis Baswedan “hidup ini ibarat orang berjalan, sedang mendaki. Kesuksesan diraih bukan tanpa pengorbanan, tetapi pengorbanan membawa kita pada sebuah kesuksesan”.

Tanpa pengorbanan dan pengabdian yang tulus dari guru TK Imanuel Karatung, guru SDN Inpres Karatung, guru SMP Negeri Karatung, guru SMU Negeri 1 Lirung, dosen STIKOSA-AWS (S1), dosen S2 Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, dan seluruh tata usaha serta civitas akademika yang terlibat dalam seluruh proses belajar mengajar, Saya tidak mungkin menuju ke S3 UGM. Melalui tulisan ini, Saya mengucapkan ribuan terima kasih untuk bapak/ibu semuanya. Saya tidak bisa membalas segala jasa yang sudah diberikan untuk kesuksesan dalam studi ini.

  • Pergulatan Batin Menuju S3

Kemauan untuk melanjutkan ke jenjang S3 UGM sangat kuat. Hal itu muncul saat sudah berada di semester III S2 Ilmu Komunikasi UGM. Namun, ada seribu satu pertanyaan yang muncul dalam benak Saya. Apakah Saya bisa? Pertanyaan ini tentunya di lihat dari beberapa sudut pandang. Mulai dari izin kantor (Pemda Talaud) yang akan memperbolehkan saya melanjutkan ke S3; mampukah Saya memenuhi persyaratan akademik untuk pendaftaran S3 UGM; dari mana biaya untuk melanjutkan S3. Intinya tiga hal yang menjadi bahan pergumulan, yaitu izin, persyaratan akademik, dan biaya.


Setelah di wisudah pada tanggal 19 Januari 2016 pada acara wisuda Pasca Sarjana UGM, dengan gelar Master of Arts (MA) , Saya segera bergegas mempersiapkan seluruh persyaratan akademik untuk mendaftar di S3 Studi Kebijakan UGM. Setelah mendapatkan persetujuan dari kedua dosen pembimbing Tesis di S2, Saya langsung kembali ke Talaud untuk mengurus perizinan melanjutkan ke S3 UGM. Tentunya, sambil mempersiapkan persyaratan akademik lainnya yang diminta oleh Universitas Gadjah Mada.

  • Proses Pendaftaran

“Abner, io tala mawandu ma maciora turu?” (Abner, kamu tidak capek sekolah terus). Demikian pertanyaan papa dan mama, saat Saya mengunjungi mereka di Karatung, sambil melaporkan Saya sudah selesai/diwisuda S2 Ilmu Komunikasi UGM. Tidak, sahutku. Justru, Saya mohon doa dari papa dan mama karena ingin melanjutkan ke S3 UGM. “Awu roi i saite ama pa mae ciora nu ude? I papa abaru nadaringi bua cio ere manago ruampuro rima lima rasu su tonge, sapan semesternge. I papa rua mama taumata susah tala maongko sioranu u”


Artinya: (uang nya siapa yang akan bayar sekolahmu itu? Papa tadi dengar dari kamu sepertinya menyebut angka dua puluh lima juta lima ratus ribu rupiah, setiap semerternya. Papa dan mama orang susah tidak bisa bayar sekolahmu itu), sahut papa, agak setengah heran. Sedangkan mama, sebagai pendengar yang baik. Saya hanya berkata, berdoa saja, pasti Tuhan buka jalan. “ore, haguran amilai taumata marosa, tetap u oho sitou ahewarange” (iya, orang tua sekalipun orang berdosa, tetap memohon kepada Dia yang Mahabesar), sambung papa, sambil meneguk segelas air putih.

Saya pun memeluk kedua orang tuaku sambil memohon agar mereka tak jemu-jemu mendoakanku. Papa dan mama memberikan nasehat agar Saya rajin berdoa, tetap rendah hati, dan selalu memberi yang terbaik dalam setiap aktivitas di mana pun berada.

Setelah itu, Saya bertolak ke Melonguane (Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Talaud) untuk mengurus semua persyaratan pendaftaran. Saya berterima kasih kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Capil beserta seluruh teman-teman kantor yang terus memberikan suport. Selain itu, kepada teman-teman yang ada di Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kepulauan Talaud yang begitu welcome.


Terlebih buat pak Sekda dan ibu Bupati Kepulauan Talaud yang memberikan dukungan dalam bentuk nasehat kepada Saya untuk berjuang sungguh-sungguh. Juga teman-teman di Talaud, dan semua sahabat facebook yang selalu memberikan support, melalui komentar-komentar mereka yang sangat menyejukkan. Semua persyaratan dapat diurus dengan lancar dan di submit ke laman pendaftaran seleksi Pascasarjana UGM secara online.

Sambil menunggu pengumuman, Saya pun mencoba mencari informasi tentang beasiswa. Ada beberapa informasi beasiswa, seperti LPDP, yang pengelolaannya berada di bawah Kementerian Keuangan. Ada juga Beasiswa Unggulan, yang pengelolaannya berada di Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri (PKLN) Kementerian Pendidikan.

Sekian lama menunggu informasi seleksi dari UGM, akhirnya tibalah kabar yang begitu melegakan hati, bahwasanya Saya diterima di UGM, pada Program Studi Doktor Studi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana UGM. Senang, terharu, dan bahagia.

Namun, dalam suasana gembira itu, hati Saya menangis. Apa sebabnya? Alasannya ialah, dari mana uang untuk membayar SPP, yang setiap semesternya sebesar Rp. 25.500.000,- (dua puluh lima juta lima ratus ribu rupiah). Biaya SPP yang harus dibayar jika dibandingkan dengan gajiku, nominalnya delapan kali lipat.


Saya pun berdoa, Tuhan terima kasih Saya sudah diluluskan dalam seleksi doktoral di UGM. Sampai pada tahapan ini saja Saya sudah bersyukur. Saya percaya, masa depanku ada di dalam tangan-Mu. Engkau yang telah membawaku sejauh ini, maka Engkau pula yang akan menyediakan segala kebutuhan dalam perkuliahan ini. Aku percaya, Engkau pasti memberikan berkat-Mu dari Surga.

Saya menguatkan kepercayaan kepada Tuhan. Pasti Ia akan tolong. Pasti ada jalan keluar. Pasti pertolongan-Nya tidak pernah terlambat. Karena Kitab Suci berkata: “Barang siapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” (Roma 10:11). Komunikasi itulah yang Saya bangun dengan Sang Khalik. Iya, mau apalagi. Jalan satu-satunya hanya meminta kepada Dia.

Mendekati batas akhir pendaftaran ulang (heregistrasi), hati ini semakin tak menentu. Betapa tidak, jika sampai tanggal 31 Juli 2016, tidak melakukan pendaftaran maka dianggap hangus. Alias digugurkan sebagai Mahasiswa S3 UGM. Pendaftaran harus melakukan pembayaran 1 semester SPP. Artinya, Saya harus membayar sebesar dua puluh lima juta lima ratus ribu rupiah, baru bisa diproses dan terhitung sebagai mahasiswa S3 UGM.

Saya pun menghubungi pihak Direktorat Akademik untuk meminta keringanan penundaan pembayaran, tetapi tidak bisa karena aturan itu sudah permanen. Namun, Saya disarankan untuk menghubungi Sekolah Pascasarjana untuk mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran. Secepatnya Saya bergerak ke bagian penerimaan mahasiswa baru S3. Di sana juga jawaban hampir sama, ini sudah peraturan. Dalam kegalauan, Saya berdoa agar Tuhan buka jalan.

Hari Sabtu, 30 Juli 2016, Saya menghadiri acara halal bihalal yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Kebijakan Kependudukan (PSKK) UGM di gedung Masri Singarimbun. Saat acara makan bersama tiba, Saya menghampiri bapak Prof. Dr. Suratman (wakil rektor bidang riset dan pengabdian masyarakat UGM), menyampaikan keluhan saya kepada beliau.


Lalu beliau berkata: “kamu tidak boleh tidak kuliah. Harus kuliah. Segera bilang ke ketua Prodi Studi Kebijakan untuk mengirim Surat ke Rektor. Tembusannya ke wakil rektor bidang akademik, ke saya, dan ke direktur keuangan!” Mendengar ucapan beliau, hati Saya seperti disiram es. Dingin dan sejuk. Dalam hatiku, terima kasih Tuhan, Engkau sudah buka jalan. Terima kasih bapakku, atas segala pertolongan bapak, sahutku.

Saya pun segera menyiapkan surat permohonan dan pernyataan kesiapan membayar SPP. Karena sifatnya, Saya mengajukan penundaan pembayaran. Surat permohonan dan pernyataan tersebut segera Saya serahkan kepada bagian administrasi Doktor Studi Kebijakan, dan selanjutnya diteruskan kepada Rektor UGM.


Proses ini sangat menyita konsentrasi dan waktu Saya, karena harus bolak-balik ke DAA dan Sekolah Pascasarjana.

Akhirya, tanggal 2 Agustus 2016, Saya resmi tercatat sebagai mahasiswa S3 UGM dan berhak mengikuti kegiatan perkuliahan. Perkuliahan perdana pada program Doktor Studi Kebijakan di mulai tanggal 6 Agustus 2016.

  • Pergumulan Biaya Studi

Keren? Pasti keren, karena bisa ikut perkuliahan doktor. Tetapi jauh di lubuk hati yang dalam, ada jeritan tangis pilu karena harus mendapatkan uang untuk membiayai SPP, yang memang angka tersebut di luar jangkauan Saya. Ini bukan seratus ribu atau dua ratus ribu, mas bro, ini puluhan juta.

Suatu saat, di malam tanggal 30 Agustus 2016, Saya mengecek email, siapa tahu ada informasi beasiswa dari beasiswa unggulan yang Saya ikuti. Benar saja, setelah email terbuka, ada pemberitahuan dari beasiswa unggulan, infonya seperti ini: “Abner Sarlis Tindi, selamat anda lolos seleksi berkas beasiswa unggulan kementerian pendidikan. Selanjutnya, akan dilakukan tes wawancara.” Artinya, masih ada satu tes yakni wawancara, yang belum tentu menjadi jaminan Saya diterima atau tidak. Tetapi informasi itu, sangat memberi penghiburan di tengah jeritan tangis pilu.

Tanggal yang ditentukan untuk wawancara telah tiba, tepatnya hari Kamis, 14 September 2016. Saya pun berangkat ke lokasi wawancara. Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB. Satu jam sebelumnya Saya sudah berada di lokasi. Tentunya, sehari sebelum wawancara Saya sudah mencari lokasi untuk memastikan tempat kegiatannya.


Peserta yang diwawancara kurang lebih lima ratus orang untuk Batch dua seleksi beasiswa unggulan. Peserta wawancara untuk program doktor kurang lebih lima belas orang. Kurang lebih tiga puluh menit di dalam ruangan diwawancarai oleh pewawancara. Selain itu, tentunya diperiksa keaslian dokumen yang diunggah pada saat seleksi administrasi/berkas.

Selesai mengikuti wawancara Saya langsung kembali ke kost (rumah sewa). Di tengah perjalanan, Saya agak sedikit galau, namun terus bermohon agar Tuhan bukan jalan dan memperkenankan Saya mendapatkan beasiswa unggulan. Hari-hari dilalui dengan tetap semangat, walaupun hati ini terus menjerit meminta kepada Tuhan, agar diberikan jalan mendapatkan keuangan, untuk membiayai SPP.


Betapa hati ini tidak berteriak, dalam surat pernyataan di atas meterai enam ribu, yang Saya sampaikan ke UGM mengatakan, jika sampai batas waktu 31 Januari 2017 Saya tidak bisa memenuhi kewajiban Saya (membayar SPP), maka saya siap menerima sanksi dari Universitas Gadjah Mada/mengundurkan diri.

  • Kabar Baik dari Jakarta

Tanggal 22 September 2016, di malam hari, Saya sangat bersukacita, karena sebuah pengumuman dari beasiswa unggulan yang mengatakan: “Selamat, Anda lolos seleksi beasiswa unggulan. Selanjutnya diminta hadir tanggal 30 September untuk penandatanganan MoU”.


Setelah membaca pesan itu, beban seberat 1000 kilogram yang ada di pundak Saya, seketika itu langsung terlepas. Terima kasih Tuhan Yesus, ucapku perlahan. Engkau telah mendengar doaku, doa kami sekeluarga, doa istriku dan anak-anakku. Doa papa dan mama, ibu mertua, serta kakak-kakakku. Doa semua orang yang merindukan keberhasilannku. Berkati mereka semua. Terlebih ya Tuhan, berkati tim beasiswa unggulan Biro Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan. Terima kasih Tuhan.


Tanggal 30 September 2016, Saya menandatangani dokumen kontrak dengan Biro PKLN Kementerian Pendidikan yang bertanggung jawab pada program beasiswa unggulan.

Bagi anda yang rindu mendapatkan beasiswa tersebut, jika saat ini sedang kuliah dan berada maksimal semester 3, di semua Strata (S1, S2, S3), silahkan mengecek beasiswa tersebut di laman beasiswa unggulan kementerian pendidikan.


Pendaftaran/seleksi di adakan dua kali dalam setahun, yaitu bulan Januari dan Juni. Siapkan persyaratan yang diminta dan berusaha untuk mendapatkannya. Ayo, jangan sia-siakan kesempatan emas untuk belajar. Jangan berkecil hati, selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha mendapatkannya.

  • Kelas Doktoral

Bagi mereka yang sudah mengikuti tahapan pendidikan sampai jenjang S2, sebenarnya kelas doktoral itu atmosfirnya sama dengan S2. Yang mejadi pembeda yaitu, di jenjang doktoral, mahasiswa lebih agresif, mandiri, independent dan sedapat mungkin menguasai satu bidang keahlian, yang nantinya akan membuat yang bersangkutan sebagai ahli di bidang tersebut.

Di kelas doktoral seperti di program Doktor Studi Kebijakan (PDSK) yang saya ikuti, pengajarannya begitu asyik. Ada ruang dialogis antara dosen dengan mahasiswa. Kebebasan berpikir dan berpendapat dalam bingkai akademik sangat ditekankan. Di kelas doktoral Studi Kebijakan, mahasiswa diajak kristis dengan berbagai persoalan kebangsaan dalam berbagai dinamika kehidupan masyarakat. Sehingga, di kelas doktoral Studi Kebijakan, setiap mahasiswa diarahkan untuk mendalami topik disertasi yang menjadi keahliannya.


Studi kebijakan merupakan ilmu interdisipliner, yang memberikan ruang kepada mahasiswa untuk melakukan kajian sesuai dengan minat bakatnya.

Kelas doktoral Studi Kebijakan UGM memiliki 6 (enam) semester perkuliahan. Semester pertama, mahasiswa menerima matakuliah Teori Kebijakan dan Metode Penelitian Kebijakan. Kedua matakuliah ini menjadi basic (dasar) dalam melakukan kajian kebijakan dan riset-riset di bidang kebijakan. Matakuliah ini mempersiapkan mahasiswa untuk melakukan penelitian disertasi.

Selanjutnya, pada semester dua, mahasiswa akan melaksanakan independent studi. Artinya, setiap mahasiswa diberikan kebebasan untuk menentukan matakuliah apa yang diambilnya, sehingga dosen pengampuh akan disesuaikan dengan konsentrasi matakuliah yang diambil oleh mahasiswa.


Di kelas angkatan Saya (angkatan XIV), kami ada tujuh orang. Masing-masing kami memiliki topik berbeda, yang diajukan dalam proposal disertasi. Ada yang berbicara tentang kemiskinan, digitalisasi, keuangan, pendidikan, transportasi, hubungan luar negeri, dan pariwisata.

Adapun Saya, fokus pada topik tentang pariwisata. Dorongan untuk mendalami topik ini, sebagai kelanjutan dari hasil riset Tesis di S2 Ilmu Komunikasi UGM tahun 2015. Saat itu Saya meneliti tentang Manajemen Komunikasi Daerah Perbatasan (Studi Kasus Pengelolaan Komunikasi oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan Pada Wilayah Konsenterasi Pengembangan Daerah Perbatasan di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2014).


Dari hasil penelitian tersebut dapat Saya simpulkan bahwa, untuk membangun daerah perbatasan seperti Kabupaten Kepulauan Talaud yang memiliki karakteristik kepulauan, dapat ditekankan pada dua hal mendasar, yakni pemanfaatan potensi sumber daya kelautan (perikanan), dan sektor pariwisata bahari.

Melalui pertimbangan panjang dan sesuai dengan minat bakat Saya, maka di program doktoral ini, Saya lebih fokus pada kajian pariwisata. Tentunya harapan Saya, sebagai anak negeri, Saya dapat berkontribusi pada pembangunan daerah Kabupaten Kepulauan Talaud, untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat yang menetap di sana. Dan sebagai putra bangsa, Saya bisa berkontribusi pada pariwisata Nasional. Kerinduan Saya, suatu saat bisa menjadi pakar/ahli di bidang Pariwisata.

Pada semeter tiga sampai semester enam, mahasiswa fokus pada penulisan proposal disertasi, riset, dan ujian disertasi. Dalam perkuliahan, serasa waktu berjalan begitu cepat. Hal itu membuat kami semua seolah terus berlari mengejar waktu yang berlalu begitu cepat.

Bagi saya, ketika mengikuti perkuliahan di kelas doktoral, sungguh sangat menyenangkan. Apalagi setelah mendapatkan beasiswa, hari-hari dilalui dengan sangat indah. Tiada kata untuk dapat menggambarkannya. Walaupun demikian, Saya tetap fokus pada hasil akhir, karena semakin ke depan tantangan semakin berat. Disertasi pasti menguras banyak pikiran, tenaga, waktu dan zona nyaman, alias tidak boleh berleha-leha/santai.

  • Berbicara Kepada Sang Pembuat Bintang di Langit

Sebuah cerita Saya suguhkan di akhir buku ini, ketika Saya berangkat dari Talaud kembali ke Jogja, dalam misi pemenuhan persyaratan pendaftaran S3 Program Doktor Studi Kebijakan di Universitas Gadjah Mada.


Pada hari Selasa, 5 April 2016, Saya bertolak dari pelabuhan Melonguane, Ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud, menuju Manado, dengan menumpang kapal Holly Mary. Kami bertolak dari pelabuhan Melonguane pukul 14.30 WITA dan dijadwalkan tiba di Pelabuhan Manado pukul 05.30 WITA. Di tengah pelayaran, saat itu tengah malam pukul 00.30 WITA, Saya menuju dek tiga tempat Nakhoda.


Lalu Saya duduk di depan, sambil menikmati indahnya malam bertabur bintang. Cakrawala begitu gemerlapan. Tanpa sehelai pun awan di atas sana. Malam itu, langit bagai bertabur intan. Udara begitu dingin, dan kapal Holly Marry bagaikan setrika berselancar di atas permadani biru. Sungguh, cuaca malam itu begitu teduh dan sangat cerah.

Bola mata Saya liar menjelajah angkasa raya. Menyaksikan betapa agung dan mulia seluruh karya Ilahi. Hawa dingin yang merasuk tubuh Saya, memberikan sensasi rilexasi yang tiada taranya.


Sontak, mata Saya berhenti di satu titik, di atas sana. Sebuah bintang, yang bukan hanya bersinar, tetapi juga mengeluarkan cahaya, yang sungguh berbeda dengan miliaran bintang di jagad raya. Cahayanya putih berkilauan, bentuknya bulat sebesar piring makan ukuran jumbo.


Saya mencoba mengamati bintang-bintang sekelilingnya dan bahkan sejauh mata Saya memandang, untuk membandingkan bintang tersebut dengan bintang lainnya. Saya bergumam, bintang itu kok beda ya. Kok lain dari yang lain. Mengeluarkan cahaya putih. Sangat berbeda. Seumur Saya, ketika melaut di malam hari, Saya belum pernah melihat bintang seperti itu.

Lalu, suara dalam hati Saya, terdengar lembut dan berkata “Abner, kamu berdoa kepada Sang pembuat bintang yang bercahaya itu”. Mendengar suara itu, Saya segera menatap bintang yang sedang bercahaya di atas sana sambil berkata kepada Sang pembuat bintang itu:

Pertama, Tuhan, luluskan Saya dalam mengikuti seleksi Doktor Studi Kebijakan di Universitas Gadjah Mada.


Kedua, Tuhan, berikan Saya beasiswa untuk membiayai perkuliahan di program Doktor Studi Kebijakan UGM.


Ketiga, Tuhan, bawa Saya jadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), agar Saya dapat melayani Engkau dan menolong banyak orang, di berbagai suku, bangsa, kaum, dan bahasa. Amin. Dari proses Saya mengamati bintang bercahaya itu sampai memanjatkan doa, kurang lebih lima belas menit. Setelah itu, Saya masuk ke dalam karena badan sudah terasa dingin.

Saya melangkah ke dalam kurang lebih tujuh langkah. Namun Saya keluar lagi karena masih penasaran dengan bintang itu. Saya kaget dan agak heran, karena bintang tersebut tidak lagi bercahaya. Sinarnya sudah biasa saja, seperti bintang yang lain di jagad raya. Saya pun bertanya dalam hati, ada apa gerangan.

Tanggal 30 Juni 2016, jawaban doa yang pertama dinyatakan. Saya mendapatkan pengumuman lulus seleksi program doktor Studi Kebijakan. Selanjutnya, doa yang kedua, terjawab pada tanggal 30 Agustus 2016, di mana Saya dinyatakan lulus seleksi administrasi beasiswa unggulan. Dan paripurnanya, pada tanggal 30 September 2016 Saya menandatangani kontrak beasiswa unggulan dengan Kementerian Pendidikan.​

Foto: Bersama teman-teman Doktor Angkatan XV, Program Studi Kebijakan (PDSK) UGM.


Dalam pembicaraan santai di gedung Masri Singarimbun, PSKK UGM, seorang teman Saya berkata begini, “pak Abner, jangan-jangan doa yang ketiga dijawab pada tahun 2030, mengingat dua poin doa sebelumnya, semua jawabannya angka 30. Kami pun tertawa bersama.

Comments


RECENT POSTS:

Space for Rent ...

Berikan komentar anda mengenai artikel di atas!

© Wanuau

  • b-facebook
  • Twitter Round
  • Instagram Black Round
bottom of page