Kongres Maritim II: Mane'e sebagai Budaya Bahari Indonesia
- Abnertindi
- Dec 17, 2017
- 2 min read
Tanggal 8 Desember 2017 pemberitahuan Panitia Kongres Maritim II masuk ke email saya, yang intinya diminta untuk mempresentasikan makalah yang abstraknya telah lolos penilaian.
Adapun materi yang saya bawakan yakni mengenai Mane'e salah satu budaya Talaud. Topiknya yaitu: ECO-MARINE TOURISM: KASUS MANE’E DI PULAU INTATA
ABSTRAK
Penelitian ini membahas eco-marine tourism (ekowisata bahari) Mane’e di pulau Intata. Mane’e merupakan istilah yang digunakan masyarakat desa Kakorotan di wilayah kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara untuk kegiatan menangkap ikan secara tradisional. Mane’e dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, maupun acara adat, desa/kampung, dan sudah berlangsung secara turun temurun sejak abad ke-16.
Adapun penangkapan ikan dilakukan secara bergotong royong, di mana masyarakat bersama-sama menuju tepi pantai dan menangkap ikan dengan peralatan tradisional, yakni menggunakan tali hutan (pundangi) dan janur kelapa merah (tuwo niu lepo) yang dilabuhkan kurang lebih 100 meter dari tepi pantai. Tradisi Mane’e hingga kini dipegang teguh oleh masyarakat Kakorotan secara turun temurun sebagai masyarakat maritim.
Namun, sejak tahun 1990-an Mane’e sudah berubah pola dari pemenuhan kebutuhan rumah tangga/keluarga menjadi kegiatan/festival budaya bahari yang dipertontonkan kepada masyarakat untuk dinikmati sebagai suatu hiburan yang unik.
Hasil temuan menunjukkan bahwa Mane’e sebagai destinasi pariwisata bahari sangat disukai oleh wisatawan yang berkunjung menyaksikan pagelaran budaya tersebut. Ada tujuh proses yang harus dilalui dalam kegiatan Mane’e yaitu: 1) pembentukan panitia; 2) penentuan lokasi Mane’e; 3) pembuatan peralatan dan perlengkapan Mane’e (Sammi); 4) melabuhkan (mamoto) u’Sammi; 5) menggiring ikan ke tepi pantai: 6) memanen ikan secara massal; 7) ucapan syukur.
Namun disisi lain, kegiatan tersebut menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian terumbu karang yang harus dilindungi. Ancaman kerusakan terumbu karang terlihat ketika masyarakat secara beramai-ramai berlarian kesana-kemari mengejar dan menangkap ikan.
Agar Mane’e tetap lestari dan menjadi destinasi pariwisata bahari yang mengutamakan keberlangsungan ekosistem bahari di sekelilingnya, maka perlu regulasi kebijakan eco-marine tourism yang mengatur tentang Mane’e. Selain itu masyarakat perlu diedukasi agar memiliki sumber daya manusia kemaritiman.
Kata kunci: mane’e, marine tourism, maritim.
Mengangkat topik ini di tingkat nasional tentunya memiliki tujuan sebagai berikut:
pertama, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki budaya bahari yang luar biasa, di mana kearifan lokal yang ada di sana (Mane'e) sebagai salah satu warisan budaya bahari Indonesia yang tidak boleh punah.
Kedua, Perlunya perhatian pemerintah pusat terhadap budaya ini yang saat ini telah dijadikan sebagai objek wisata. Pemerintah pusat perlu memperhatikan Mane'e ini dengan baik dan memberikan dukungan terhadap lestarinya budaya ini di kabupaten Kepulauan Talaud.
Ketiga, perlu ada keseriusan pemerintah daerah dalam memperlakukan Mane'e sebagai destinasi pariwisata bahari (marine tourism), sehingga ada manajemen pariwisata secara profesional.
Keempat, masyarakat di sekitar objek wisata (Mane'e) harus sadar bahwa memelihara kelestarian alam di sekitarnya akan berdampak pada keberlangsungan budaya bahari Mane'e. Sehingga komitmen dan perilaku sadar lingkungan bahari menjadi tuntutan utama bagi masyarakat sekitarnya.

Comentarios